Kamis, 27 Januari 2011

Strategi Alfamart Berebut Pasar Minimarket

Strategi pemasaran Alfamart memang layak mendapat ajungan jempol. Mereka berhasil memenangkan hati pelanggannya lewat dukungan TI dan penerapan strategi experiential marketing.

Persaingan yang ketat di minimarket, membuat Alfamart harus memutar otak. Maklum saja, dalam jarak yang tak berjauhan pasti ada minimarket kompetitor yang siap menghadang. Apalagi, mulai dari segmen hingga tata ruangnya pun tidak jauh berbeda karena lingkup bidang usahanya memang sama. Salah satu yang bisa membedakan hanyalah fasilitas, servis, dan pelayanan kepada konsumen.

Faktor inilah yang melandasi Alfamart untuk tampil beda. Contohnya pada Kartu AKU (Alfamart-ku). “Dengan adanya Kartu AKU, Alfamart mencoba memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Bagi anggota pelanggan yang telah memiliki kartu AKU bisa memanfaatkan keuntungan-keuntungan berbelanja di Alfamart,” kata Velina Yulianti, Marketing & Business Development Director, PT Sumber Alfaria Trijaya.

PT Sumber Alfaria Trijaya, selaku pemegang brand Alfamart, merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari. Perusahaan ritel yang berdiri pada 22 Juni 1999 ini membidik target konsumen dari kelompok middle-class (SES B & C).

Kartu AKU adalah kartu anggota yang diberikan jika pelanggan telah memenuhi ketentuan yang disyaratkan Alfamart. Benefit yang diperoleh pelanggan dari kartu ini antara lain: HematKu, berupa potongan harga hemat atau bonus produk tertentu; SpesialKu, berupa program penjualan produk ekslusif dengan harga spesial; dan HadiahKu, berupa program hadiah langsung atau undian. Pemilik kartu ini juga bisa mendaftar ke website Alfamart untuk memeriksakan jumlah poinnya.

Dijelaskan Velina, adanya program Kartu AKU merupakan efek dari penerapan teknonogi informasi (TI) yang dilakukan tim Alfamart. Keuntungan dari pemanfaatan TI tersebut pun sangat signifikan, khususnya pada sistem marketing. “Program membership dalam bentuk Kartu AKU telah dapat memanfaatkan data mining yang ada untuk lebih memberikan layanan yang sifatnya one-to-one marketing,” lanjutnya. Dengan demikian, konsumen pun bisa merasakan adanya sentuhan personal dari Alfamart.

Contoh implementasinya, sebelum pelanggan bertransaksi, kasir pasti akan menanyakan Kartu AKU dan menawarkan produk-produk tertentu sebagai promosi. Lewat cara itu, diharapkan akan tercipta memorable experience dalam benak pelanggan. “Ini adalah gimmick yang khas di Alfamart,” klaimnya.

Alfamart juga gencar menerapkan experiential marketing yang bertujuan untuk menimbulkan pengalaman dan sensasi dari konsumennya. Bukti nyata yang telah mereka lakukan adalah program sales promotion dengan tema “Kejutan Belanja Gratis”. Dalam program ini, konsumen yang berbelanja dengan nominal tertentu dan beruntung, akan mendapatkan kejutan hadiah uang pada saat transaksi.

Selain itu, ada pula pemberian kue ulang tahun bagi member Kartu AKU yang berulang tahun. “Meski bujetnya tidak terlalu besar, tetapi impaknya bagi konsumen sangat terasa. Konsumen yang mendapat kejutan ini, biasanya surprised. Selanjutnya, konsumen tersebut akan semangat belanja di Alfamart serta memosisikan dirinya sebagai ‘volunteer’ untuk mempromosikan Alfamart dari mulut ke mulut,” ungkap Velina panjang lebar.

Wajar saja jika slogan “Belanja puas, harga pas” begitu melekat di benak jutaan pelanggan mereka. Program yang ditawarkan merujuk pada benefit yang akan didapat pelanggan itu sendiri. Dijelaskannya, kesuksesaan Alfamart juga didukung hasil pengumpulan data informasi dari secondary data dan primary data. “Melalui metode FGD (Focus Group Discussion), kami mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif,” imbuhnya.

Segudang prestasi pun telah ditorehkan Alfamart. Antara lain Best Brand Equity Gainer Award 2006; Golden Franchise Award 2006, ISO 9001:2000; MURI Award; Hot Brand in 2007; Top Brand 2008; dan Indonesia Best Brand Award 2008. Belum lagi competitive advantage, bahwa Alfamart merupakan satu-satunya minimarket yang memiliki program membership; peraih Store Equity Index tertinggi di antara seluruh format ritel; serta Alfamart sebagai payment point—hasil kerja sama dengan FIF.

Alfamart juga memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility) yang terorganisir dalam wadah “Alfamart Care”. Kegiatan CSR tersebut dijalankandengan melakukan pendekatan ke pihak sekolah, lembaga keagamaan, lembaga sosial, maupun instansi pemerintahan. Untuk mengomunikasikan program CSR tersebut kepada konsumen, mereka memasang poster serta menempatkan flyers di seluruh jaringan Alfamart.

Kegiatan sosial Alfamart terdiri dari bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, kebersihan dan keindahan lingkungan, dan bencana lokal atau nasional. “Ke depan dalam rangka CSR di bidang lingkungan, Alfamart akan mengganti kantung plastik dengan kantung yang mudah didaur ulang. Ini bertujuan untuk mendukung kampanye global warming,” ucap Velina.

Ia menegaskan, Alfamart tak hanya memfokuskan diri untuk memenangkan hati pelanggan, tapi juga memenangkan hati masyarakat di seluruh Indonesia melalui program-programnya. Pantas saja, berkat keberhasilan strategi pemasaran mereka, Alfamart berhasil membawa pulang tiga penghargaan sekaligus di ajang Marketing Award 2008, yaitu: “The Best IT in Marketing”, “The Best in Experiential Marketing”, dan “The Best in Social Marketing”. Luar biasa!

Sabtu, 15 Januari 2011

Mandala Game Over

Maskapai Mandala Air mendadak mengumumkan berhenti operasi sementara selama 45 hari. Pengumuman ini cukup mengejutkan karena Mandala selama ini dikenal beroperasi dengan baik dan menjadi satu-satunya maskapai swasta yang mendapatkan sertifikasi keselamatan dari Asosiasi Perusahaan Penerbangan Internasional (IATA).

Direktur Utama Mandala Diono Nurjadin mengaku maskapai yang dipimpinnya mengalami kerugian bisnis, dan kesulitan keuangan. Mandala pun mengajukan permohonan penundaan pembayaran utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Dengan permohonan itu, Mandala berharap memiliki waktu untuk merestrukturisasi keuangan perusahaan, sekaligus memberi ruang bagi investor baru masuk menyuntikan dana ke maskapai berusia 42 tahun tersebut. Maskapai itu juga mengembalikan lima pesawat Airbus yang disewa dari Indigo, perusahaan pemilik pesawat yang sekaligus menjadi pemegang 49 persen saham Mandala.

Pengumuman itu mengejutkan sejumlah kalangan karena Mandala yang mulai  beroperasi sejak 1969 dikenal beroperasi dengan baik. Maskapai ini semula didirikan dan dikelola Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Namun pada April 2006, Kostrad mendivestasikan seluruh sahamnya dan diambil oleh Cardig International. Enam bulan kemudian, atau tepatnya Oktober 2006, Indigo Partners masuk dan menguasai 49 persen saham Mandala.

Lantas, siapa sesungguhnya Cardig dan Indigo?
Cardig International merupakan perusahaan nasional yang bergerak pada jasa layanan logistik. Mulanya, pada tiga dekade lalu, Cardig membuka bisnis dengan menyediakan jasa penerbanganan kargo pada perusahaan penerbangan internasional di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Perusahaan ini berkembang. Saat Bandara Soekarno-Hatta dibuka, Cardig membuat layanan ground handling melalui JAS Airport Services. Pelanggan awalnya adalah Singapore Airlines, Cathay Pacific Airways, Lufthansa, dan Malaysia Airlines. Namun, belakangan bertambah AirAsia, Merpati, dan Mandala sendiri.

Bisnis utamanya, pengiriman logistik, dikelola melalui UPS Cardig International, Gotrans, Cardig Express, dan Cardig Air. Tak hanya itu, Cardig juga mengembangkan sayap di bisnis katering, melalui JAS Catering, Pangansari Utama, Purantara Mitra Angkasa Dua, dan Jasapura Angkasa Boga. Cardig saat ini telah memperkerjakan lebih dari 7.000 karyawan.

Sementara itu, Indigo Partners merupakan perusahaan investasi asal Amerika Serikat yang menanamkan modalnya pada sektor transportasi dan penerbangan. Indigo memiliki saham di Spirit Airlines (AS), Wizz (Eropa), Tiger (Singapura), dan Abnanova Airlines (Rusia).

Lalu, siapa tokoh dibalik Mandala?
Saat mengakuisisi Mandala, Cardig tengah dipimpim Diono Nurjadin. Anak pilot pesawat tempur TNI-AU Marsekal Rusmin Nurjadin ini kemudian memimpin langsung Mandala, sebelum akhirnya membajak Warwick Brady.

Di tangan Warwick, Mandala berhasil melakukan restrukturisasi. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap keamanan Mandala berhasil dijawab dengan keluarnya izin terbang ke Eropa bersama Garuda Indonesia pada Juli 2009.

Maklum saja, Mandala sempat terjerembab ke titik nadir saat Boeing 737-200 bernomor penerbangan RI-091, jatuh di Padang Bulan, Medan, 5 Oktober 2005. Kecelakaan di siang hari ini menewaskan 143 orang. Masa itu sulit bagi warga Indonesia, apalagi orang Medan, kembali terbang dengan Mandala.

Namun, entah alasan apa, Warwick yang mantan pilot asala Afrika Selatan ini mundur pada Februari 2009. Konon, mundurnya Warwick karena berseteru dengan pemegang saham. Warwick ingin mengembangkan Mandala sebagai pesawat yang memiliki nilai lebih, terutama soal keamanan. Namun pemegang saham bersikukuh menjadikan Mandala sebagai pesawat murah layaknya AirAsia.

Setelah Warwick mundur, Diono kembali memegang kendali Mandala. Namun, belum genap setahun Diono memimpin, Mandala mengumumkan menyetop seluruh penerbangan Mandala.
Alasan Diono, maskapai yang dipimpinnya mengalami kerugian bisnis, dan kesulitan keuangan. Tarif sewa pesawat yang dikenakan oleh Indigo Partners terlampau mahal sehingga memberatkan perusahaan. Tak pelak, Mandala harus mengembalikan lima pesawat Airbus yang disewa dari Indigo, perusahaan pemilik pesawat yang sekaligus menjadi pemegang 49 persen saham Mandala.
vivanews